Minggu, 22 Januari 2017

FARMAKOGNOSI



A.       Pengertian Farmakognosi
Kata farmakognosi berasal dari dua kata Yunani, yaitu pharmakon yang berarti obat dan gnosis yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jandi, farmakognosi berarti pengetahuan tentang obat.
Farmakognosi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bahan alam, terutama dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mineral yang dapat digunakan dalam pengobatan.
Definisi yang mencakup seluruh ruang lingkup farmakognosi diberikan oleh Fluckiger, yaitu pengetahuan secara serentak berbagai macam cabang ilmu pengetahuan untuk memperoleh segala segi yang perlu diketahui tentang obat.
B.       Sejarah dan Perkembangan Farmakognosi
Penggunaan tanaman obat sudah dilakukan orang sejak kurang lebih 2500 tahun sebelum masehi. Hal ini dapat diketahui dari lempeng tanah liat yang tersimpan di Perpustakaan Ashurbanipal di Assiria, yang menyebutkan berbagai simplisia, antara lain kulit delima, opium, adas manis, madu, ragi, dan minyak jarak. Orang Yunani kuno, seperti Hippocrates (1446 sebelum masehi), seorang tabib, juga telah mengenal kayu manis, hiosiamina, gentian, kelembak, gom arab, dan bunga kantil.
Pada tahun 1737, Carl Linnaeus, seorang ahli botani Swedia, menulis buku “Genera Plantarum”. Buku ini kemudian menjadi buku pedoman utama sistematika botani. Sementara itu, farmakognosi modern mulai dirintis oleh Theodor Wilhelm Christian Martius, seorang apoteker Jerman, yang dalam bukunya “Grundriss Der Pharmakognosie Des Pflanzenreiches” telah menggolongkan simplisia menurut segi morfologi dan cara-cara untuk mengetahui kemurnian simplisia.
Pada awal perkembangan ilmu kedokteran dan ilmu kefarmasian di dunia barat, segala sesuatu yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya disebut sebagai materi medica atau bahan obat. Pada awal abad ke-19, materi medica dibagi menjadi farmakologi dan farmakognosi. Farmakologi mempelajari mekanisme kerja obat, sedangkan farmakognosi adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat.
Sampai dewasa ini, perkembangan farmakognosi sudah sampai keusaha isolasi, identifikasi, dan juga teknik-teknik kromatografi untuk tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif.
C.       Ruang Lingkup Farmakognosi
Farmakognosi mencakup cabang ilmu biofarmasi, biokimia, dan kimia sintesis sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti  yang diuraikan dalam definisi Fluckiger.
Alam menyediakan berbagai macam bahan alam darat dan laut berupa tumbuhan, hewan, dan mineral. Jika bahan-bahan ala mini diidentifikasi dan ditentukan sistematikanya, kita dapat memperoleh bahan alam berkhasiat obat. Bahan alam yang berkhasiat obat ini kemudian dapat dikumpulkan, dikeringkan, diolah, diawetkan, dan disimpan untuk memperoleh bahan yang siap pakai atau simplisia. Simplisia yang diperoleh dapat berupa rajangan atau serbuk yang merupakan bahan baku pembuatan obat tradisional (jamu). Jika dilakukan uji khasiat, uji toksisitas, uji pra-klinik, dan uji klinik, akan diperoleh fitofarmaka atau fitomedisin yang dapat disetarakan dengan obat modern.

Sumber asli : Buku Farmakognosi untuk SMK Farmasi / penulis, Drs. Fery Norhendy, dkk / editor : Juli Manurung, S.Si, Apt -- Jakarta : EGC, 2013


ISTILAH FARMAKOGNOSI


Simplisia : adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.

Simplisia nabati : adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.

Eksudat tanaman : Adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

Simplisia hewani : adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

Simplisia mineral : adalah simplisia yang berupa mineral (pelikan) yang belum diolah atau dioleh dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Alkaloida : adalah suatu basa organik yang mengandung unsur Nitrogen (N) pada umumnya berasal dari tanaman , yang mempunyai efek fisiologis kuat/keras terhadap manusia.

Glikosida : adalah suatu zat yang oleh enzim tertentu akan terurai menjadi satu macam gula serta satu atau lebih bukan zat gula. Contohnya amigdalin, oleh enzim emulsin akan terurai menjadi glukosa + benzaldehida + asam sianida.

Enzim : Adalah suatu biokatalisator yaitu senyawa atau zat yang berfungsi mempercepat reaksi biokimia / metabolisme dalam tubuh organisme.

Vitamin : adalah suatu zat yang dalam jumlah sedikit sekali diperlukan oleh tubuh manusia untuk membentuk metabolisme tubuh. Tubuh manusia sendiri tidak dapat memproduksi vitamin.

Hormon : adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin yang mampengaruhi faal, tubuh dan mempengaruhi besar bentuk tubuh.

Pemerian : Adalah uraian tentang bentuk, bau, rasa, warna simplisia, jadi merupakan informasi yang diperlukan pada pengamatan terhadap simplisia nabati yang berupa bagian tanaman (kulit, daun, akar, dan sebagainya)

Sumber Asli : 
https://farmasikita.wordpress.com/tag/farmakognosi-dasar/

SIMPLISIA

         I.    Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bentuk jamak dari simpleks yang berasal dari kata simple, yang berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Departemen Kesehatan RI membuat batasan tentang simplisia sebagai berikut: simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan (Gunawan, 2004: 9).
Simplisia terbagi 3 golongan yaitu :
1.      Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman. Eskudat tanaman ialah isi yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya, dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni.
2.      Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3.      Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

II.       Tahap Pembuatan simplisia
Tahap pembuatan simplisia meliputi :
1.      Pengumpulan bahan
Dalam pengumpulan bahan, hal yang perlu diperhatikan adalah umur tanaman, bagian tanaman pada waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh.
2.      Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada proses selanjutnya yang akan memengaruhi hasil akhir.
3.      Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Air yang digunakan sebaiknya adalah air mengalir yang bersumber dari air bersih, seperti air PAM, air sumur, atau mata air.
4.      Perajangan
Perajangan tidak harus selalu dilakukan. Proses ini pada dasarnya dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan. Jika ukuran simplisia cukup kecil/tipis, proses ini dapat diabaikan.
5.      Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air sehingga menjamin mutu dalam penyimpanan, mencegah pertumbuhan jamur, dan mencegah proses atau reaksi enzimatik yang dapat menurunkan mutu. Faktor yang penting dalam pengeringan adalah suhu, kelembapan, dan aliran udara (ventilasi). Sumber suhu dapat berasal dari sinar matahari, baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam, atau dapat pula berasal dari suhu buatan dengan menggunakan oven.
Pengeringan bagian tanaman yang mengandung minyak atsiri atau komponen lain yang termolabil hendaknya dilakukan pada suhu tidak terlalu tinggi dengan aliran udara berlengas rendah secara teratur. Simplisia yang mengandung alkaloida umumnya dikeringkan pada suhu kurang dari 70°C.
Dalam pengeringan, simplisia hendaknya jangan ditumpuk terlalu tebal agar proses penguapan dapat berlangsung dengan cepat dan tidak terjadi proses pembusukan. Suhu yang tidak terlalu tinggi sering kali menghasilkan warna simplisia yang lebih menarik. Sebagai contoh, suhu awal pengeringan temulawak dengan pana buatan adalah50°-55°C.
6.      Sortasi kering
Tujuan sortasi kering adalah memisahkan bahan-bahan asing, seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran lain, yang masih ada dan tertinggal di simplisia kering.
7.      Pengemasan
Pengemasan simplisia menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, dapat melindungi simplisia dari cemaran, dan mencegah kerusakan.
8.      Penyimpanan
Penyimpanan simplisia sebaiknya di tempat yang kelembapannya rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga dan tikus. Simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga, cemaran, atau mikroba dengan penambahan kloroform, CCl4, eter, atau pemberian bahan dengan cara yang sesuai sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan.
9.      Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu merupakan usaha untuk menjaga kestabilan mutu simplisia. Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau penyerahan dari pengumpul/pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia. Simplisia yang bermutu adalah simplisia yang memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia. Pemeriksaan mutu simplisia meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.       Kebenaran simplisia
Pemeriksaan kebenaran simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopis, dan mikroskopis. Pemeriksaan organoleptis dan makroskopis dilakukan dengan menggunakan indra manusia melalui pengamatan terhadap bentuk, cirri-ciri luar, warna, dan bau simplisia. Pemeriksaan mutu organoleptis sebaiknya dilanjutkan dengan mengamati cirri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.
b.      Parameter nonspesifik
Parameter nonspesifik terkait dengan faktor lingkungan dalam pembuatan simplisia, seperti uji adanya pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoksin, logam berat, dan benda asing lainnya.
c.       Parameter spesifik
Parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang terkandung dalam tanaman. Pemeriksaan parameter spesifik meliputi ;
·        Pemeriksaan secara fisika, yang meliputi penetapan daya larut, bobot jenis, rotasi optic, titik lebur, titik beku, kadar air, sifat simplisia di bawah sinar ultraviolet, pengamatan mikroskopis dengan sinar polarisasi, dan lain sebagainya.
·        Pemeriksaan secara kimia, yang meliputi pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan yang bersifat kualitatif disebut identifikasi dan umumnya berupa reaksi warna atau pengendapan. Sebelum reaksi-reaksi tersebut dilakukan, zat yang dikehendaki diisolasi terlebih dahulu. Isolasi dilakukan dengan cara pelarutan, penyaringan, dan mikrosublimasi. Pemeriksaan yang bersifat kuantitatif disebut penetapan kadar.
·        Pemeriksaan secara biologi, yang umunya bersifat penetapan potensi zat berkhasiat.

III.   Pembuatan Serbuk Simplisia
1.      Bersihkan simplisia dari bahan organic asing dan pengotor lain secara mekanik atau dengan cara lain yang cocok, keringkan pada suhu yang cocok, haluskan, dan ayak. Kecuali dinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan sesuai derajat halus yang ditetapkan.
2.      Simplisia yang mengandung zat berkhasiat yang tidak tahan panas dikeringkan pada suhu serendah mungkin. Jika perlu, pengeringan dilakukan dengan pengurangan tekanan udara.
3.      Pada pembuatan serbuk simplisia yang mempunyai potensi dan kadar zat tertentu, misalnya serbuk digitalis dan serbuk opium, boleh ditambahkan serbuk sejenis yang mempunyai potensi atau kadar lebih rendah atau lebih tinggi atau ditambah bahan lain yang cocok, misalnya laktosa atau pati beras, sehingga hasil pengolahan terakhir memenuhi persyaratan.

IV.       Pemalsuan dan Penurunan Mutu Simplisia
Pemalsuan umumnya dilakukan secara sengaja, sedangkan penurunan mutu mungkin dilakukan secara tidak sengaja.
Simplisia dianggap bermutu rendah jika tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan, khususnya persyaratan kadar. Mutu yang rendah disebabkan oleh tanaman asal, cara panen dan pengeringan yang salah, disimpan terlalu lama, dan pengaruh kelembapan, panas, atau penyulingan.
Simplisia dianggap rusak jika oleh sebab tertentu, keadaannya tidak lagi memenuhi syarat, misalnya menjadi basah oleh air laut atau tercampur minyak pelumas waktu diangkut dengan kapal.
Simplisia dinyatakan bulukan jika kualitasnya turun karena dirusak oleh bakteri, cendawan, atau serangga.
Simplisia dinyatakan tercampur jika secara tidak sengaja terdapat bersama-sama dengan bahan-bahan atau bagian tanaman yang lain. Sebagai contoh, kuncup cengkeh tercampur dengan tangkai cengkeh; daun sena tercampur dengan tangkai daun sena.
Simplisia dianggap dipalsukan jika secara sengaja diganti, diolah, atau ditambah bahan lain yang tidak semestinya. Sebagai contoh, minyak zaitun diganti minyak biji kapas, tetapi tetap dijual dengan nama minyak zaitun; tepung jahe ditambah pati terigu agar bobotnya bertambah, ditambah serbuk cabe agar tetap berasa pedas, ditambah serbuk temulawak agar warnanya tampak seperti keadaan semula.

Sumber asli : Buku Farmakognosi untuk SMK Farmasi / penulis, Drs. Fery Norhendy, dkk / editor : Juli Manurung, S.Si, Apt -- Jakarta : EGC, 2013

CONTOH SIMPLISIA DARI TUMBUHAN



CONTOH SIMPLISIA DARI TUMBUHAN

Simplisia Rhizoma (akar tinggal/rimpang)
ü Kaempferiae Rhizoma

Nama lain : Kencur
Tanaman asal : Kaempferiae galangal L.
Keluarga : Zingiberaceae
Zat berkhasiat utama/isi : Alkaloida, minyak atsiri (yang mengandung sineol dan kamferin), mineral, dan pati
Penggunaan : Ekspektoransia, diaforetika, karminativa, stimulansia, dan roboransia
Pemerian : Bau khas aromatik, rasa pedas, hangat, agat pahit, dan akhirnya menimbulkan rasa pedas
Bagian yang digunakan : Akar tinggal
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Waktu panen : Pada umur 1 tahun


Simplisia Cortex (kulit batang atau dahan)
ü Granati Fructus Cortex
Nama lain : Kulit buah delima, granati pericarpium
Tanaman asal : Punica granatum L.
Keluarga : Punicaceae
Zat berkhasiat/isi : Tanin lebih kurang sampai 20% dan alkaloida yang terdiri atas peletrina, metilpeletrina, pseudopeletrina, metal isopeletrina, dan isopeletrina
Penggunaan : Pengelat usus ( adstringensia) dan obat cacing
Pemerian : Tidak berbau, rasa sangat sepat, dan lama-lama menimbulkan rasa tebal di lidah
Bagian yang digunakan : Kulit buah yang masak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik




Simplisia Bulbus (umbi lapis)
ü Allii sativa Bulbus
Nama lain : Bawang putih
Tanaman asal : Allium sativum L.
Keluarga : Liliaceae
Zat berkhasiat utama/isi : Minyak atsiri yang mengandung 60% dialildisulfida, 6% alilpropildisulfida, dan aliin
Penggunaan : Antikolesterol
Pemerian : Bau khas dan rasa agak pedas
Bagian yang digunakan : Umbi lapis
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


Simplisia Folium (daun)
ü Melaleucae Folium
Nama lain : Daun kayu putih
Tanaman asal : Melaleuca leucadendra L.
Keluarga : Myrtaceae
Zat Berkhasiat : Minyak atsiri, sineol, a-pinen, lemonen, dipenten
Penggunaan : Perdarahan, stomakika, dan spasmolitika
Pemerian : Bau aromatic khas dan rasa pahit
Bagian yang digunakan : Daun
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


Simplisia Fructus (buah)
ü Isorae Fuctus
Nama lain : Buah puteran, kayu ules
Tanaman asal : Helicteres isora L.
Keluarga : Sterculiaceae
Zat berkhasiat utama/isi : Alkaloida
Penggunaan : Antidiare
Pemerian : Tidak berbau dan tidak berasa
Bagian yang digunakan : Buah
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Sumber asli : Buku Farmakognosi untuk SMK Farmasi / penulis, Drs. Fery Norhendy, dkk / editor : Juli Manurung, S.Si, Apt -- Jakarta : EGC, 2013